Perlindungan Anak dengan "Akta Kelahiran" - Corong Nias

Berita Terbaru

Rabu, 25 Juli 2018

Perlindungan Anak dengan "Akta Kelahiran"


Beniharmoni Harefa | Foto: Pribadi
Dewasa ini, kasus anak berhadapan dengan hukum, semakin meningkat. Dalam praktek, tidak dimungkiri, aparat penegak hukum (terutama polisi), menghadapi kesulitan dalam menentukan usia seseorang, tergolong anak atau sudah dewasa. Pengolongan anak atau dewasa, memiliki konsekuensi yuridis terhadap seseorang. Perlakuan terhadap anak berhadapan dengan hukum berbeda dengan orang dewasa.

Penentuan usia seseorang tergolong anak atau dewasa, biasanya dengan melihat akta kelahiran. Fakta menunjukkan, 67 persen dari 88 juta anak usia 0-18 tahun, yaitu 55,61 juta jiwa, tidak memiliki akta kelahiran (Kompas, 16/9).

Mengapa Masih Tidak Memiliki Akta Kelahiran ?
Persoalan rumitnya birokrasi tetap menjadi kendala bagi masyarakat. Selain kurangnya kesadaran akan pentingnya akta kelahiran. Persoalan lainnya, sulitnya proses pencatatan kelahiran bagi anak-anak, yang berstatus orangtuanya tidak jelas. Seperti anak terlantar, anak luar nikah, anak tiri, anak angkat atau anak yatim piatu.

Kendati dimungkinkan orangtua asuh/ panti asuhan, untuk mencatatkan kelahiran, dengan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) di kepolisian. Syarat itu dianggap sulit karena tidak disertai dengan penjelasan draf pembuatan BAP oleh pihak kecamatan atau dinas kependudukan dan pencatatan sipil, serta birokrasi yang berbelit.

Akta Kelahiran sebagai Bukti yang Sempurna
Akta kelahiran memberikan kepastian kedudukan hukum terhadap seorang anak. Kepastian kedudukan seseorang dikatakan telah atau belum dewasa, akan sangat berpengaruh pada hak dan kewajiban orang tersebut. Jika masih tergolong anak, tentunya mempunyai hak-hak dan kewajiban yang berbeda dengan orang dewasa. Demikian halnya, apabila anak berhadapan dengan hukum baik anak sebagai pelaku, korban maupun saksi tindak pidana.

Dalam hukum acara perdata maupun pidana, dikenal hukum pembuktian. Dalam hukum pembuktian maka keberadaan alat bukti sangat penting untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa. Salah satu bentuk alat bukti, yaitu bukti tertulis. Bukti tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian yang paling kuat adalah akta otentik. Kata otentik secara harafiah diartikan sebagai asli, benar, bersifat umum, bersifat jabatan. Akta otentik itu memiliki kekuatan pembuktian yang penuh dan sempurna (probatio plena).

Berdasarkan pasal 1868 KUH Perdata, terdapat tiga syarat suatu akta otentik. Pertama, dibuat oleh atau di depan pegawai umum yang berkuasa (pejabat publik yang berwenang). Contoh akta yang dibuat oleh notaris, pejabat pembuat akta catatan sipil, pejabat lelang. Kedua, format atau bentuk akta tersebut telah ditentukan oleh Undang-undang. Ketiga, akta itu dibuat di tempat pejabat publik itu berwenang atau di tempat kedudukan hukum pejabat publik tersebut.

Demikian akta kelahiran merupakan akta otentik, sehingga menjadi bukti yang penuh dan sempurna (probatio plena). Pembuktian terhadap akta kelahiran itu tidak lagi memerlukan alat bukti lain, selain akta kelahiran itu sendiri sebagai akta otentik. Akta otentik itu harus tetap dianggap benar, selama belum ada pembuktian yang dapat membuktikan otentisitas akta tersebut.

Manfaat Akta Kelahiran
John Gilissen dan Frits Gorle (2011:342) menyebut akta tersebut, adalah instrumenta publica (akte-akte umum/publik) dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat yang disebut probatio plena (bukti penuh/bukti sempurna).

Sehingga jika akta kelahiran sebagai bukti yang penuh dan sempurna, maka manfaat memiliki akta kelahiran sangatlah besar bagi seorang anak. Pertama, memastikan kedudukan hukum seorang anak. Kedua, pembuktian bagi seseorang anak apabila terjadi permasalahan. Ketiga, sejalan dengan yang pertama dan kedua, mewujudkan keadilan dan pemenuhan hak-hak seseorang utamanya anak. Mencegah hak-hak seseorang itu dilanggar, hanya karena seharusnya digolongkan anak, namun dianggap dewasa, karena ketidakjelasan identitas yang dibuktikan dengan akta kelahiran. Sehingga memperjelas identitas melalui akta otentik dalam bentuk akta kelahiran, memberikan perlindungan bagi anak.

Akta Kelahiran dan Perlindungan Anak
Negara harus aktif, dengan mempersingkat proses birokrasi pengurusan akta kelahiran. Pengurusan akta kelahiran baiknya diperoleh dari tempat dimana si anak lahir misalnya rumah sakit (RS). Pihak RS bekerjasama dengan pemerintah daerah, untuk menerbitkan akta, sehingga pasien tidak perlu lagi ke instansi pemerintah untuk mengurus akta kelahiran anaknya. Pada beberapa daerah di Indonesia hal ini telah diterapkan.

Selain itu, penyediaan mobil keliling untuk pengurusan akta kelahiran pada masing-masing daerah harus segera diwujudkan. Hal ini dapat mempermudah masyarakat utamanya di daerah terpencil. Khusus bagi anak terlantar, anak luar nikah, anak tiri, anak angkat atau anak yatim piatu, sebaiknya persyaratan penerbitan akta kelahirannya disederhanakan misalnya cukup surat pengantar atau surat keterangan dari kepolisian setempat. Dan seluruh proses pengurusan harus gratis, tanpa pungutan biaya apapun.

Sinergisitas dari semua pihak sangatlah diperlukan. Pemerintah (khususnya : dinas kependudukan dan pencatatan sipil), sektor swasta (khususnya: panti-panti asuhan) dan masyarakat (khususnya: ormas, tokoh-tokoh, dsb), harus lebih proaktif guna memastikan seluruh anak memiliki akta kelahiran. Karena itu, mengupayakan anak memiliki akta kelahiran, merupakan salah satu bentuk upaya melindungi anak.

Penulis: Beniharmoni Harefa

Dosen FH UPN “Veteran” Jakarta, 
Konsultan Ahli di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Nias

Komentar

Tidak ada komentar:



Klik Disini