Beniharmoni Harefa | Foto: Pribadi |
Penentuan usia seseorang tergolong anak
atau dewasa, biasanya dengan melihat akta kelahiran. Fakta menunjukkan, 67 persen dari 88 juta
anak usia 0-18 tahun, yaitu 55,61 juta jiwa, tidak memiliki akta kelahiran (Kompas,
16/9).
Mengapa
Masih Tidak Memiliki Akta Kelahiran ?
Persoalan
rumitnya birokrasi tetap menjadi kendala bagi masyarakat. Selain kurangnya kesadaran
akan pentingnya akta kelahiran. Persoalan lainnya, sulitnya proses pencatatan
kelahiran bagi anak-anak, yang berstatus orangtuanya tidak jelas. Seperti anak
terlantar, anak luar nikah, anak tiri, anak angkat atau anak yatim piatu.
Kendati dimungkinkan orangtua asuh/
panti asuhan, untuk mencatatkan kelahiran, dengan membuat berita acara
pemeriksaan (BAP) di kepolisian. Syarat itu dianggap sulit karena tidak
disertai dengan penjelasan draf pembuatan BAP oleh pihak kecamatan atau dinas
kependudukan dan pencatatan sipil, serta birokrasi yang berbelit.
Akta
Kelahiran sebagai Bukti yang Sempurna
Akta kelahiran memberikan kepastian
kedudukan hukum terhadap seorang anak. Kepastian kedudukan seseorang dikatakan telah
atau belum dewasa, akan sangat berpengaruh pada hak dan kewajiban orang
tersebut. Jika masih tergolong anak, tentunya mempunyai hak-hak dan kewajiban
yang berbeda dengan orang dewasa. Demikian halnya, apabila anak berhadapan
dengan hukum baik anak sebagai pelaku, korban maupun saksi tindak pidana.
Dalam hukum acara perdata maupun pidana,
dikenal hukum pembuktian. Dalam hukum pembuktian maka keberadaan alat bukti
sangat penting untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa. Salah satu bentuk
alat bukti, yaitu bukti tertulis. Bukti tertulis yang memiliki kekuatan
pembuktian yang paling kuat adalah akta otentik. Kata otentik secara harafiah diartikan sebagai asli, benar, bersifat umum, bersifat jabatan. Akta otentik itu
memiliki kekuatan pembuktian yang penuh dan sempurna (probatio plena).
Berdasarkan pasal 1868 KUH Perdata,
terdapat tiga syarat suatu akta otentik. Pertama,
dibuat oleh atau di depan pegawai umum yang berkuasa (pejabat publik yang
berwenang). Contoh akta yang dibuat oleh notaris, pejabat pembuat akta catatan
sipil, pejabat lelang. Kedua, format
atau bentuk akta tersebut telah ditentukan oleh Undang-undang. Ketiga, akta itu dibuat di tempat
pejabat publik itu berwenang atau di tempat kedudukan hukum pejabat publik
tersebut.
Demikian akta kelahiran merupakan akta
otentik, sehingga menjadi bukti yang penuh dan sempurna (probatio plena). Pembuktian terhadap akta kelahiran itu tidak lagi
memerlukan alat bukti lain, selain akta kelahiran itu sendiri sebagai akta
otentik. Akta otentik itu harus tetap dianggap benar, selama belum ada
pembuktian yang dapat membuktikan otentisitas akta tersebut.
Manfaat
Akta Kelahiran
John Gilissen dan Frits Gorle (2011:342)
menyebut akta tersebut, adalah instrumenta
publica (akte-akte umum/publik) dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat
yang disebut probatio plena (bukti
penuh/bukti sempurna).
Sehingga jika akta kelahiran sebagai
bukti yang penuh dan sempurna, maka manfaat memiliki akta kelahiran sangatlah
besar bagi seorang anak. Pertama,
memastikan kedudukan hukum seorang anak. Kedua,
pembuktian bagi seseorang anak apabila terjadi permasalahan. Ketiga, sejalan dengan yang pertama dan
kedua, mewujudkan keadilan dan pemenuhan hak-hak seseorang utamanya anak.
Mencegah hak-hak seseorang itu dilanggar, hanya karena seharusnya digolongkan
anak, namun dianggap dewasa, karena ketidakjelasan identitas yang dibuktikan
dengan akta kelahiran. Sehingga memperjelas identitas melalui akta otentik
dalam bentuk akta kelahiran, memberikan perlindungan bagi anak.
Akta
Kelahiran dan Perlindungan Anak
Negara harus aktif, dengan mempersingkat
proses birokrasi pengurusan akta kelahiran. Pengurusan akta kelahiran baiknya
diperoleh dari tempat dimana si anak lahir misalnya rumah sakit (RS). Pihak RS
bekerjasama dengan pemerintah daerah, untuk menerbitkan akta, sehingga pasien
tidak perlu lagi ke instansi pemerintah untuk mengurus akta kelahiran anaknya.
Pada beberapa daerah di Indonesia hal ini telah diterapkan.
Selain itu, penyediaan mobil keliling
untuk pengurusan akta kelahiran pada masing-masing daerah harus segera
diwujudkan. Hal ini dapat mempermudah masyarakat utamanya di daerah terpencil.
Khusus bagi anak terlantar, anak luar nikah, anak tiri, anak angkat atau anak
yatim piatu, sebaiknya persyaratan
penerbitan akta kelahirannya disederhanakan misalnya cukup surat pengantar atau
surat keterangan dari kepolisian setempat. Dan seluruh proses pengurusan harus
gratis, tanpa pungutan biaya apapun.
Sinergisitas
dari semua pihak sangatlah diperlukan. Pemerintah (khususnya : dinas
kependudukan dan pencatatan sipil), sektor swasta (khususnya: panti-panti
asuhan) dan masyarakat (khususnya: ormas, tokoh-tokoh, dsb), harus lebih
proaktif guna memastikan seluruh anak memiliki akta kelahiran. Karena itu,
mengupayakan anak memiliki akta kelahiran, merupakan salah satu bentuk upaya
melindungi anak.
Penulis: Beniharmoni Harefa
Dosen FH
UPN “Veteran” Jakarta,
Konsultan Ahli di Pusat Kajian dan Perlindungan
Anak (PKPA) Nias